Bismillahirrohmanirrohim..
Setiap profesi memiliki etika yang berbeda-beda.
Namun, setiap etika harus dipatuhi karena etika berkaitan dengan nilai-nilai,
tata cara dan aturan dalam menjalankan sitiap pekerjaannya. Di dalam
akuntansi juga memiliki etika yang harus di patuhi oleh setiap anggotanya. Kode
Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi
seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di
lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia
pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya.
Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya
dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi,
dengan orientasi kepada kepentingan publik. Namun, pada prakteknya pelanggaran
kode etika profesi akuntansi masih saja terjadi di Indonesia.
Pada pembahasan kali ini, kami akan membahas mengenai
pelanggaran kode etika profesi akuntansi yang terjadi di Indonesia. Dalam hal
ini kami membahas mengenai kasus Pelanggaran Kode Etik Akuntansi yang terjadi
didalam PT. Kimia Farma.
Kimia
Farma adalah perusahaan industri farmasi pertama di Indonesia yang didirikan
oleh Pemerintah Hindia Belanda tahun 1817. Nama perusahaan ini pada awalnya
adalah NV Chemicalien Handle Rathkamp & Co. pada tahun 1958, Pemerintah
Republik Indonesia melakukan peleburan sejumlah perusahaan farmasi menjadi PNF
(Perusahaan Negara Farmasi) Bhinneka Kimia Farma. Kemudian pada tanggal 16
Agustus 1971, bentuk badan hukum PNF diubah menjadi Perseroan Terbatas,
sehingga nama perusahaan berubah menjadi PT Kimia Farma (Persero)
Pada
audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba
bersih sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans
Tuanakotta dan Mustofa (HTM). Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai
bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah
dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001
disajikan kembali (restated), karena telah ditemukan kesalahan yang cukup
mendasar. Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya
sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari
laba awal yang dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku
yaitu kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit
Logistik Sentral berupa overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar,
pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1
miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar.
Kesalahan
penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada dalam
daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur
produksinya, menerbitkan dua buah daftar harga persediaan (master prices) pada
tanggal 1 dan 3 Februari 2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah
digelembungkan nilainya dan dijadikan dasar penilaian persediaan pada unit
distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001. Sedangkan kesalahan penyajian
berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya pencatatan ganda atas
penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak
disampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi. Berdasarkan
penyelidikan Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporan keuangan PT
Kimia Farma telah mengikuti standar audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi
kecurangan tersebut.
Kesalahan
pencatatan ditemukan kantor akuntan publik Hans Tuanakota Mustofa (HTM)
menjelang pemerintah akan melakukan divestasi (pelepasan saham) tahap kedua di
Kimia Farma pada Mei 2002. Sementara kesalahan pencatatan ditemukan pada
laporan keuangan 2001 yang digunakan saat pelaksanaan divestasi yang dilakukan
melalui penawaran saham perdana (IPO).
Keterkaitan Manajemen Terhadap Skandal
PT Kimia Farma Tbk
Mantan direksi PT Kimia Farma Tbk. Telah
terbukti melakukan pelanggaran dalam kasus dugaan penggelembungan (mark up)
laba bersih di laporan keuangan perusahaan milik negara untuk tahun buku 2001.
Kantor Menteri BUMN meminta agar kantor akuntan itu menyatakan kembali (restated)
hasil sesungguhnya dari laporan keuangan Kimia Farma tahun buku 2001. Sementara
itu, direksi lama yang terlibat akan diminta pertanggungjawabannya. Seperti
diketahui, perusahaan farmasi terbesar di Indonesia itu telah mencatatkan laba
bersih 2001 sebesar Rp 132,3 miliar. Namun kemudian Badan Pengawas Pasar Modal
(Bapepam) menilai, pencatatan tersebut mengandung unsur rekayasa dan telah terjadi
penggelembungan. Terbukti setelah dilakukan audit ulang, laba bersih 2001
seharusnya hanya sekitar Rp 100 miliar. Sehingga diperlukan lagi audit ulang
laporan keuangan per 31 Desember 2001 dan laporan keuangan per 30 Juni 2002
yang nantinya akan dipublikasikan kepada publik.
Setelah hasil audit selesai dilakukan
oleh Kantor Akuntan Publik Hans Tuanakotta & Mustafa, akan segera
dilaporkan ke Bapepam. Dan Kimia Farma juga siap melakukan revisi dan
menyajikan kembali laporan keuangan 2001, jika nanti ternyata ditemukan
kesalahan dalam pencatatan. Untuk itu, perlu dilaksanakan rapat umum pemegang
saham luar biasa sebagai bentuk pertanggungjawaban manajemen kepada publik.
Meskipun nantinya laba bersih Kimia Farma hanya tercantum sebesar Rp 100
miliar, investor akan tetap menilai bagus laporan keuangan. Dalam persoalan
Kimia Farma, sudah jelas yang bertanggung jawab atas terjadinya kesalahan
pencatatan laporan keuangan yang menyebabkan laba terlihat di-mark up ini,
merupakan kesalahan manajemen lama.
Kesalahan Pencatatan Laporan Keuangan
Kimia Farma Tahun 2001
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam)
menilai kesalahan pencatatan dalam laporan keuangan PT Kimia Farma Tbk. tahun
buku 2001 dapat dikategorikan sebagai tindak pidana di pasar modal. Kesalahan
pencatatan itu terkait dengan adanya rekayasa keuangan dan menimbulkan
pernyataan yang menyesatkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Bukti-bukti
tersebut antara lain adalah kesalahan pencatatan apakah dilakukan secara tidak
sengaja atau memang sengaja diniatkan. Tapi bagaimana pun, pelanggarannya tetap
ada karena laporan keuangan itu telah dipakai investor untuk bertransaksi.
Seperti diketahui, perusahaan farmasi itu sempat melansir laba bersih sebesar
Rp 132 miliar dalam laporan keuangan tahun buku 2001. Namun, kementerian Badan
Usaha Milik Negara selaku pemegang saham mayoritas mengetahui adanya
ketidakberesan laporan keuangan tersebut. Sehingga meminta akuntan publik Kimia
Farma, yaitu Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM) menyajikan kembali (restated)
laporan keuangan Kimia Farma 2001. HTM sendiri telah mengoreksi laba bersih
Kimia Farma tahun buku 2001 menjadi Rp 99 milliar. Koreksi ini dalam bentuk
penyajian kembali laporan keuangan itu telah disepakati para pemegang saham
Kimia Farma dalam rapat umum pemegang saham luar biasa. Dalam rapat tersebut,
akhirnya pemegang saham Kimia Farma secara aklamasi menyetujui tidak memakai
lagi jasa HTM sebagai akuntan publik.
Berdasarkan
siaran pers yang dilakukan oleh Pasar Modal tanggal 27 Desember 2002 dikatakan
bahwa:
1. Kasus ini bermula dari
ditemukannya hal-hal sebagai berikut:
a.
Dalam rangka retrukturisasi PT Kimia
Farma Tbk. (PT KAEF), Sdr. Ludovicus Sensi W selaku partner dari KAP HTM yang
diberikan tugas untuk mengaudit laporan keuangan PT KAEF untuk masa 5 bulan
yang berakhir pada 31 Mei 2002, menemukan dan melaporkan adanya kesalahan dalam
penilaian persediaan barang jadi dan kesalahan pencatatan penjualan untuk tahun
yang berakhir per 31 Desember 2001.
b.
Selanjutnya diikuti dengan
pemberitaan di harian Kontan yang menyatakan bahwa Kementerian BUMN memutuskan
penghentian poses divestasi saham milik Pemerintah di PT KAEF setelah melihat
adanya indikasi penggelembungan keuntungan (overstated) dalam laporan keuangan
pada semester I tahun 2002.
2. Berdasarkan hasil pemeriksaan
Bapepam, diperoleh bukti sebagai berikut :
a.
terdapat kesalahan penyajian dalam
laporan keuangan PT KAEF, adapun dampak kesalahan tersebut mengakibatkan
overstated laba pada laba bersih untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2001
sebesar Rp 32,7 miliar yang merupakan 2,3% dari penjualan dan 24,7% dari laba
bersih PT Kimia Farma Tbk.
b.
Kesalahan tersebut terdapat pada
unit-unit sebagai berikut:
· Unit Industri Bahan Baku
-
Kesalahan berupa overstated pada
penjualan sebesar Rp 2,7 miliar.
· Unit Logistik Sentral
-
Kesalahan berupa overstated pada
persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar
· Unit Pedagang Besar Farmasi (PBF)
-
Kesalahan berupa overstated pada
persediaan barang sebesar Rp 8,1 miliar.
-
Kesalahan berupa overstated pada
penjualan sebesar Rp 10,7 miliar.
c.
Bahwa kesalahan penyajian tersebut,
dilakukan oleh Direksi periode 1998–Juni 2002 dengan cara:
-
Membuat 2 (dua) daftar harga
persedian (master prices) yang berbeda masing-masing diterbitkan pada tanggal 1
Pebruari 2002 dan 3 Februari 2002, dimana keduanya merupakan master prices yang
telah diotorisasi oleh pihak yang berwenang yaitu Direktur Produksi PT KAEF.
Master prices per 3 Pebruari 2002 merupakan master prices yang telah
disesuaikan nilainya (penggelembungan) dan dijadikan dasar sebagai penentuan
nilai persediaan pada unit distribusi PT KAEF per 31 Desember 2001.
-
Melakukan pencatatan ganda atas
penjualan pada unit PBF dan unit Bahan Baku. Pencatatan ganda tersebut
dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh Akuntan.
d.
Berdasarkan uraian tersebut di atas,
tindakan yang dilakukan oleh PT KAEF terbukti melanggar:
-
Peraturan Bapepam Nomor VIII.G.7
tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan.
e.
Berdasarkan pemeriksaan yang
telah dilakukan, terbukti bahwa Akuntan yang melakukan audit Laporan Keuangan
per 31 Desember 2001 PT KAEF:
-
Telah melakukan prosedur audit
termasuk prosedur audit sampling yang telah diatur dalam Standar Profesional
Akuntan Publik, dan tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan membantu
manajemen PT KAEF dalam penggelembungan keuntungan tersebut. Namun demikian
proses audit tersebut tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba
yang dilakukan oleh PT KAEF.
3.
Sehubungan dengan temuan tersebut,
maka sesuai dengan Pasal 102 Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar
Modal jo Pasal 61 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 jo Pasal 64
Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di
Bidang Pasar Modal maka PT Kimia Farma (Persero) Tbk. dikenakan sanksi
administratif berupa denda yaitu sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta
rupiah);
4. Sesuai Pasal 5 huruf
n Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal maka:
a.
Direksi Lama PT Kimia Farma
(Persero) Tbk. periode 1998 – Juni 2002 diwajibkan membayar sejumlah Rp
1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena
melakukan kegiatan raktek penggelembungan atas laporan keuangan per 31 Desember
2001;
b.
Sdr. Ludovicus Sensi W, Rekan KAP
Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku auditor PT Kimia Farma (Persero) Tbk.
diwajibkan membayar sejumlah Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) untuk
disetor ke Kas Negara, karena atas resiko audit yang tidak berhasil mendeteksi
adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT Kimia Farma (Persero) Tbk.
tersebut, meskipun telah melakukan prosedur audit sesuai dengan Standar
Profesional Akuntan Publik (SPAP), dan tidak diketemukan adanya unsur
kesengajaan.
Maka dari itu, berdasarkan kasus yang terjadi didalam
PT. Kimia Farma kami dapat menyimpulkan bahwa telah terjadi adanya pelanggaran kode
etik profesi akuntansi diantaranya sebagai berikut:
1. Tanggung jawab
Dalam hal ini Direksi Lama PT Kimia Farma (Persero) Tbk.
periode 1998 – Juni 2002 telah menyalahi tanggung jawabnya dalam pembuatan
laporan keuangan dengan melakukan kegiatan praktek pengelembungan atas laporan
keuangan per 31 Desember 2001. Sehingga dapat menyebabkan kesalahan pengambilan
keputusan akibat adanya laporan keuangan yang tidak aktual.
2. Kepentingan Publik
Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, seorang
akuntan harus secara terus menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai
profesionalisme yang tinggi. Dalam hal ini, akuntan didalam PT. Kimia Farma
telah mengorbankan kepentingan public demi kepentingan mereka semata. Dengan
kesalahan penyajian pada laporan keuangan PT. Kimia Farma, menyebabkan
pengambilan keputusan yang salah bagi para investor.
3. Integritas
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain,
bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa.
Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan
pribadi. Namun, PT. Kimia Farma terbukti tidak jujur dalam menyusun laporan
keuangannya. Sehingga telah melanggar prinsip kode etik akuntansi.
Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan
perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan
prinsip. Seperti halnya integritas yang dapat menerima Sdr. Ludovicus Sensi W,
Rekan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku auditor PT Kimia Farma (Persero)
Tbk. karena atas resiko audit yang tidak berhasil mendeteksi adanya
penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT Kimia Farma (Persero) Tbk.
tersebut, meskipun telah melakukan prosedur audit sesuai dengan Standar
Profesional Akuntan Publik (SPAP), dan tidak diketemukan adanya unsur
kesengajaan.
4. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Baik akuntan, direksi maupun Auditor dari PT. Kimia Farma
harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan
ketekunan, sehingga tidak adanya kecurangan dalam penyusunan laporan keuangan.
Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan
jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi
kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada
publik. Namun, pada kenyataannya akuntan, direksi maupun auditor telah
melanggar prinsip kompetensi dan kehati-hatian professional dalam kode etik
akuntansi karena adanya laporan keuangan yang tidak valid.
5.
Perilaku Profesional
Setiap
anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan
menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Dalam hal ini, pihak
yang terlibat dalam penyusunan laporan keuangan PT. Kimia Farma pada tahun 2002
telah berperilaku tidak professional sehingga menimbulkan reputasi perusahaan
yang buruk. Bukan hanya itu saja, kinerja profesionalisme dari seorang auditor
pada PT. Kimia Farma pun dapat merusak reputasi mereka selaku auditor karena
resiko audit yang tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang
dilakukan oleh PT Kimia Farma (Persero) Tbk. tersebut, meskipun telah melakukan
prosedur audit sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), dan
tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan.
6. Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan
jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang
relevan. Dalam hal ini seorang akuntan dituntut untuk melakukan penyusunan
laporan keuangan harus sesuai dengan standar teknis yang berlaku, yakni sesuai
dengan Standar Akuntansi Keuangan. Namun pada kenyataannya dalam penyusunan
laporan keuangan terjadi adanya praktek pengelembungan dana yang dilakukan oleh
direksi PT. Kimia Farma sehingga melanggar prinsip standar teknik
dalam kode etik akuntansi.
-------------------
( ^ - ^ ) V -----------------
Kelompok
Penyusun:
Dina Aqmarina (22210056) :
dinasmoro.blogspot.com
Wardah Fauziyah (28210458) :
mychocochips.blogspot.com
Lestari (24210001) :
reggaenyengir.blogspot.com
Annisa Nur Rakhmasari (2A213147) :
nissa2601.blogspot.com
Faradian Gustari (22210605) :
Risa Iswari (29210324)
KELAS : 4 EB 22
------------------------------------------
DAFTAR PUSTAKA
http://www.bapepam.go.id/old/old/news/Des2002/PR_27_12_2002.PDF
----------------------------- ( ^ _ ^ ) V ---- ( ^
- ^ ) V ----------------------------
Sekian
Maaf jika ada kata yang kurang berkenan..
Terima Kasih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar