Rabu, 30 Oktober 2013

PELANGGARAN ETIKA PROFESI


Bismillahirrohmanirrohim..

Setiap profesi memiliki etika yang berbeda-beda.  Namun, setiap etika harus dipatuhi karena etika berkaitan dengan nilai-nilai, tata cara dan aturan dalam menjalankan sitiap pekerjaannya.  Di dalam akuntansi juga memiliki etika yang harus di patuhi oleh setiap anggotanya. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya.

Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Namun, pada prakteknya pelanggaran kode etika profesi akuntansi masih saja terjadi di Indonesia.   

Pada pembahasan kali ini, kami akan membahas mengenai pelanggaran kode etika profesi akuntansi yang terjadi di Indonesia. Dalam hal ini kami membahas mengenai kasus Pelanggaran Kode Etik Akuntansi yang terjadi didalam PT. Kimia Farma.

Kimia Farma adalah perusahaan industri farmasi pertama di Indonesia yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda tahun 1817. Nama perusahaan ini pada awalnya adalah NV Chemicalien Handle Rathkamp & Co. pada tahun 1958, Pemerintah Republik Indonesia melakukan peleburan sejumlah perusahaan farmasi menjadi PNF (Perusahaan Negara Farmasi) Bhinneka Kimia Farma. Kemudian pada tanggal 16 Agustus 1971, bentuk badan hukum PNF diubah menjadi Perseroan Terbatas, sehingga nama perusahaan berubah menjadi PT Kimia Farma (Persero)
Pada audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta dan Mustofa (HTM). Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated), karena telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar.
Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada dalam daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur produksinya, menerbitkan dua buah daftar harga persediaan (master prices) pada tanggal 1 dan 3 Februari 2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah digelembungkan nilainya dan dijadikan dasar penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001. Sedangkan kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya pencatatan ganda atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi. Berdasarkan penyelidikan Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma telah mengikuti standar audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut.
Kesalahan pencatatan ditemukan kantor akuntan publik Hans Tuanakota Mustofa (HTM) menjelang pemerintah akan melakukan divestasi (pelepasan saham) tahap kedua di Kimia Farma pada Mei 2002. Sementara kesalahan pencatatan ditemukan pada laporan keuangan 2001 yang digunakan saat pelaksanaan divestasi yang dilakukan melalui penawaran saham perdana (IPO).

Keterkaitan Manajemen Terhadap Skandal PT Kimia Farma Tbk
Mantan direksi PT Kimia Farma Tbk. Telah terbukti melakukan pelanggaran dalam kasus dugaan penggelembungan (mark up) laba bersih di laporan keuangan perusahaan milik negara untuk tahun buku 2001. Kantor Menteri BUMN meminta agar kantor akuntan itu menyatakan kembali (restated) hasil sesungguhnya dari laporan keuangan Kimia Farma tahun buku 2001. Sementara itu, direksi lama yang terlibat akan diminta pertanggungjawabannya. Seperti diketahui, perusahaan farmasi terbesar di Indonesia itu telah mencatatkan laba bersih 2001 sebesar Rp 132,3 miliar. Namun kemudian Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai, pencatatan tersebut mengandung unsur rekayasa dan telah terjadi penggelembungan. Terbukti setelah dilakukan audit ulang, laba bersih 2001 seharusnya hanya sekitar Rp 100 miliar. Sehingga diperlukan lagi audit ulang laporan keuangan per 31 Desember 2001 dan laporan keuangan per 30 Juni 2002 yang nantinya akan dipublikasikan kepada publik.
Setelah hasil audit selesai dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik Hans Tuanakotta & Mustafa, akan segera dilaporkan ke Bapepam. Dan Kimia Farma juga siap melakukan revisi dan menyajikan kembali laporan keuangan 2001, jika nanti ternyata ditemukan kesalahan dalam pencatatan. Untuk itu, perlu dilaksanakan rapat umum pemegang saham luar biasa sebagai bentuk pertanggungjawaban manajemen kepada publik. Meskipun nantinya laba bersih Kimia Farma hanya tercantum sebesar Rp 100 miliar, investor akan tetap menilai bagus laporan keuangan. Dalam persoalan Kimia Farma, sudah jelas yang bertanggung jawab atas terjadinya kesalahan pencatatan laporan keuangan yang menyebabkan laba terlihat di-mark up ini, merupakan kesalahan manajemen lama.

Kesalahan Pencatatan Laporan Keuangan Kimia Farma Tahun 2001
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai kesalahan pencatatan dalam laporan keuangan PT Kimia Farma Tbk. tahun buku 2001 dapat dikategorikan sebagai tindak pidana di pasar modal. Kesalahan pencatatan itu terkait dengan adanya rekayasa keuangan dan menimbulkan pernyataan yang menyesatkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Bukti-bukti tersebut antara lain adalah kesalahan pencatatan apakah dilakukan secara tidak sengaja atau memang sengaja diniatkan. Tapi bagaimana pun, pelanggarannya tetap ada karena laporan keuangan itu telah dipakai investor untuk bertransaksi. Seperti diketahui, perusahaan farmasi itu sempat melansir laba bersih sebesar Rp 132 miliar dalam laporan keuangan tahun buku 2001. Namun, kementerian Badan Usaha Milik Negara selaku pemegang saham mayoritas mengetahui adanya ketidakberesan laporan keuangan tersebut. Sehingga meminta akuntan publik Kimia Farma, yaitu Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM) menyajikan kembali (restated) laporan keuangan Kimia Farma 2001. HTM sendiri telah mengoreksi laba bersih Kimia Farma tahun buku 2001 menjadi Rp 99 milliar. Koreksi ini dalam bentuk penyajian kembali laporan keuangan itu telah disepakati para pemegang saham Kimia Farma dalam rapat umum pemegang saham luar biasa. Dalam rapat tersebut, akhirnya pemegang saham Kimia Farma secara aklamasi menyetujui tidak memakai lagi jasa HTM sebagai akuntan publik.

Berdasarkan siaran pers yang dilakukan oleh Pasar Modal tanggal 27 Desember 2002 dikatakan bahwa:
1. Kasus ini bermula dari ditemukannya hal-hal sebagai berikut:
a.      Dalam rangka retrukturisasi PT Kimia Farma Tbk. (PT KAEF), Sdr. Ludovicus Sensi W selaku partner dari KAP HTM yang diberikan tugas untuk mengaudit laporan keuangan PT KAEF untuk masa 5 bulan yang berakhir pada 31 Mei 2002, menemukan dan melaporkan adanya kesalahan dalam penilaian persediaan barang jadi dan kesalahan pencatatan penjualan untuk tahun yang berakhir per 31 Desember 2001.
b.      Selanjutnya diikuti dengan pemberitaan di harian Kontan yang menyatakan bahwa Kementerian BUMN memutuskan penghentian poses divestasi saham milik Pemerintah di PT KAEF setelah melihat adanya indikasi penggelembungan keuntungan (overstated) dalam laporan keuangan pada semester I tahun 2002.

2. Berdasarkan hasil pemeriksaan Bapepam, diperoleh bukti sebagai berikut :
a.      terdapat kesalahan penyajian dalam laporan keuangan PT KAEF, adapun dampak kesalahan tersebut mengakibatkan overstated laba pada laba bersih untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2001 sebesar Rp 32,7 miliar yang merupakan 2,3% dari penjualan dan 24,7% dari laba bersih PT Kimia Farma Tbk.
b.      Kesalahan tersebut terdapat pada unit-unit sebagai berikut: 
·      Unit Industri Bahan Baku
-          Kesalahan berupa overstated pada penjualan sebesar Rp 2,7 miliar.
·      Unit Logistik Sentral
-          Kesalahan berupa overstated pada persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar
·      Unit Pedagang Besar Farmasi (PBF)
-          Kesalahan berupa overstated pada persediaan barang sebesar Rp 8,1 miliar.
-          Kesalahan berupa overstated pada penjualan sebesar Rp 10,7 miliar.
c.       Bahwa kesalahan penyajian tersebut, dilakukan oleh Direksi periode 1998–Juni 2002 dengan cara:
-          Membuat 2 (dua) daftar harga persedian (master prices) yang berbeda masing-masing diterbitkan pada tanggal 1 Pebruari 2002 dan 3 Februari 2002, dimana keduanya merupakan master prices yang telah diotorisasi oleh pihak yang berwenang yaitu Direktur Produksi PT KAEF. Master prices per 3 Pebruari 2002 merupakan master prices yang telah disesuaikan nilainya (penggelembungan) dan dijadikan dasar sebagai penentuan nilai persediaan pada unit distribusi PT KAEF per 31 Desember 2001.  
-          Melakukan pencatatan ganda atas penjualan pada unit PBF dan unit Bahan Baku. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh Akuntan.
d.      Berdasarkan uraian tersebut di atas, tindakan yang dilakukan oleh PT KAEF terbukti melanggar:
-          Peraturan Bapepam Nomor VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan.
e.       Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan, terbukti bahwa Akuntan yang melakukan audit Laporan Keuangan per 31 Desember 2001 PT KAEF:
-          Telah melakukan prosedur audit termasuk prosedur audit sampling yang telah diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik, dan tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan membantu manajemen PT KAEF dalam penggelembungan keuntungan tersebut. Namun demikian proses audit tersebut tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT KAEF.

3.      Sehubungan dengan temuan tersebut, maka sesuai dengan Pasal 102 Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal jo Pasal 61 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 jo Pasal 64 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal maka PT Kimia Farma (Persero) Tbk. dikenakan sanksi administratif berupa denda yaitu sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah);
4.   Sesuai Pasal 5 huruf n Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal maka:
a.      Direksi Lama PT Kimia Farma (Persero) Tbk. periode 1998 – Juni 2002 diwajibkan membayar sejumlah Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena melakukan kegiatan raktek penggelembungan atas laporan keuangan per 31 Desember 2001;
b.      Sdr. Ludovicus Sensi W, Rekan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku auditor PT Kimia Farma (Persero) Tbk. diwajibkan membayar sejumlah Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena atas resiko audit yang tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT Kimia Farma (Persero) Tbk. tersebut, meskipun telah melakukan prosedur audit sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), dan tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan.

Maka dari itu, berdasarkan kasus  yang terjadi didalam PT. Kimia Farma kami dapat menyimpulkan bahwa telah terjadi adanya pelanggaran kode etik profesi akuntansi diantaranya sebagai berikut:

1.   Tanggung jawab
Dalam hal ini Direksi Lama PT Kimia Farma (Persero) Tbk. periode 1998 – Juni 2002 telah menyalahi tanggung jawabnya dalam pembuatan laporan keuangan dengan melakukan kegiatan praktek pengelembungan atas laporan keuangan per 31 Desember 2001. Sehingga dapat menyebabkan kesalahan pengambilan keputusan akibat adanya laporan keuangan yang tidak aktual.

2.   Kepentingan Publik
Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, seorang akuntan harus secara terus menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi. Dalam hal ini, akuntan didalam PT. Kimia Farma telah mengorbankan kepentingan public demi kepentingan mereka semata. Dengan kesalahan penyajian pada laporan keuangan PT. Kimia Farma, menyebabkan pengambilan keputusan yang salah bagi para investor.

3.   Integritas
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Namun, PT. Kimia Farma terbukti tidak jujur dalam menyusun laporan keuangannya. Sehingga telah melanggar prinsip kode etik akuntansi. 

Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip. Seperti halnya integritas yang dapat menerima Sdr. Ludovicus Sensi W, Rekan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku auditor PT Kimia Farma (Persero) Tbk.  karena atas resiko audit yang tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT Kimia Farma (Persero) Tbk. tersebut, meskipun telah melakukan prosedur audit sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), dan tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan.

4.   Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Baik akuntan, direksi maupun Auditor dari PT. Kimia Farma harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, sehingga tidak adanya kecurangan dalam penyusunan laporan keuangan. Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada publik. Namun, pada kenyataannya akuntan, direksi maupun auditor telah melanggar prinsip kompetensi dan kehati-hatian professional dalam kode etik akuntansi karena adanya laporan keuangan yang tidak valid.

5.   Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Dalam hal ini, pihak yang terlibat dalam penyusunan laporan keuangan PT. Kimia Farma pada tahun 2002 telah berperilaku tidak professional sehingga menimbulkan reputasi perusahaan yang buruk. Bukan hanya itu saja, kinerja profesionalisme dari seorang auditor pada PT. Kimia Farma pun dapat merusak reputasi mereka selaku auditor karena resiko audit yang tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT Kimia Farma (Persero) Tbk. tersebut, meskipun telah melakukan prosedur audit sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), dan tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan.

6. Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Dalam hal ini seorang akuntan dituntut untuk melakukan penyusunan laporan keuangan harus sesuai dengan standar teknis yang berlaku, yakni sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan. Namun pada kenyataannya dalam penyusunan laporan keuangan terjadi adanya praktek pengelembungan dana yang dilakukan oleh direksi   PT. Kimia Farma sehingga melanggar prinsip standar teknik dalam kode etik akuntansi. 

------------------- ( ^ - ^ ) V -----------------
Kelompok Penyusun:

Dina Aqmarina (22210056) : dinasmoro.blogspot.com
Wardah Fauziyah (28210458) : mychocochips.blogspot.com
Lestari (24210001) : reggaenyengir.blogspot.com
Annisa Nur Rakhmasari (2A213147) : nissa2601.blogspot.com
Faradian Gustari (22210605)  :
Risa Iswari (29210324)
KELAS : 4 EB 22
------------------------------------------
DAFTAR PUSTAKA

http://www.bapepam.go.id/old/old/news/Des2002/PR_27_12_2002.PDF
-----------------------------  ( ^  _ ^ ) V ---- ( ^  -  ^ ) V  ----------------------------

Sekian
Maaf jika ada kata yang kurang berkenan..
Terima Kasih


Senin, 14 Oktober 2013

EKONOMI KOPERASI



Tugas Softskill Ekonomi Koperasi
Nama : Annisa Nur Rakhmasari
Kelas : 2EB24
NPM : 2A213147
Universitas Gunadarma





UNDANG-UNDANG No. 12 TAHUN 1967

tentang

POKOK-POKOK PERKOPERASIAN


Dengan memanjatkan syukur setinggi-tingginya kepada Tuhan Yang Maha Esa, bahwa rakyat . Indonesia telah diberi kurnia dan rahmat suatu Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berbentuk Nusantara yang terletak di jalan silang antara dua benua dan dua samudera dengan kekayaan alamnya yang melimpah ruah.
Bumi, air Indonesia dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu adalah kurnia Tuhan kepada rakyat Indonesia, yang menurut ketentuan Undang-undang Dasar 1945, pasal 33 harus dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, baik spiritual maupun materiil.
Pemerintah dan rakyat Indonesia mempunyai kewajiban untuk menggali, mengolah dan membina kekayaan alam tersebut guna mencapai masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Tuhan sesuai dengan yang telah diperintahkan oleh Undang-undang Dasar 1945 pasal 33. Pemanfaatan kekayaan alam tersebut oleh rakyat Indonesia diselenggarakan dengan susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan dan kegotong-royongan.
I. UMUM.
Sesungguhnya Undang-undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (1) beserta penjelasannya telah dengan jelas menyatakannya, bahwa perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan dan Koperasi adalah satu bangunan usaha yang sesuai dengan susunan perekonomian yang dimaksud itu.
Berdasarkan pada ketentuan itu dan untuk mencapai cita-cita tersebut Pemerintah mempunyai kewajiban membimbing dan membina perkoperasian Indonesia dengan sikap "ing ngarsa sung tulada, ing madya bangun karsa, tut wuri handayani".
Dalam rangka kembali kepada kemurnian pelaksanaan Undang- undang Dasar 1945, sesuai pula dengan Ketetapan M.P.R.S. No. XXIII/MPRS/1966, tentang Pembaharuan Kebijaksanaan Landasan Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan, maka peninjauan serta perombakan Undang-undang No. 14 tahun 1965 tentang Perkoperasian merupakan suatu keharusan, karena baik isi maupun jiwanya Undang-undang tersebut mengandung hal-hal yang bertentangan dengan azas-azas pokok, landasan kerja serta landasan idiil Koperasi, sehingga akan menghambat kehidupan dan perkembangan serta mengaburkan hakekat Koperasi sebagai organisasi ekonomi rakyat yang demokratis dan berwatak sosial.
Peranan Pemerintah yang terlalu jauh dalam mengatur masalah perkoperasian Indonesia sebagaimana telah tercermin di masa yang lampau pada hakekatnya tidak bersifat melindungi, bahkan sangat membatasi gerak serta pelaksanaan strategi dasar perekonomian yang tidak sesuai dengan jiwa dan makna Undang-undang Dasar 1945 pasal 33. Hal yang demikian itu akan menghambat langkah serta membatasi sifat-sifat keswadayaan, keswasembadaan serta keswakertaan yang sesungguhnya merupakan unsur pokok dari azas-azas percaya pada diri sendiri, yang gilirannya akan dapat merugikan masyarakat sendiri.
Oleh karenanya sesuai dengan Ketetapan M.P.R.S. No. XIX/ MPRS/1966 dianggap perlu untuk mencabut dan mengganti Undang-undang No. 14 tahun 1965 tentang Perkoperasian tersebut dengan Undang-undang yang baru yang benar-benar dapat menempatkan Koperasi pada fungsi yang semestinya yakni sebagai alat pelaksana dari Undang-undang Dasar 1945.
Di bidang Idiil, Koperasi Indonesia merupakan satu-satunya wadah untuk menyusun perekonomian rakyat berazaskan kekeluargaan dan kegotong-royongan yang merupakan ciri khas dari tatakehidupan bangsa Indonesia dengan tidak memandang golongan, aliran maupun kepercayaan yang dianut seseorang. Koperasi sebagai alat pendemokrasian ekonomi nasional dilaksanakan dalam rangka politik umum perjuangan Bangsa Indonesia.
Di bidang organisasi Koperasi Indonesia menjamin adanya hak-hak individu serta memegang teguh azas-azas demokrasi. Rapat Anggota merupakan kekuasaan tertinggi di dalam tata kehidupan Koperasi. Koperasi mendasarkan geraknya pada aktivitas ekonomi dengan tidak meninggalkan azasnya yakni kekeluargaan dan gotong-royong.
Dengan berpedoman kepada Ketetapan M.P.R.S. No. XXIII/MPRS/1966 Pemerintah memberikan bimbingan kepada Koperasi dengan sikap seperti tersebut di atas serta memberikan perlindungan agar Koperasi tidak mengalami kekangan dari pihak manapun, sehingga Koperasi benar-benar mampu melaksanakan pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 beserta penjelasannya. Undang-undang ini dinamakan Undang-undang tentang Pokok- pokok Perkoperasian.
II. PASAL DEMI PASAL.
BAB 1.
KETENTUAN-KETENTUAN UMUM.
Pasal 1.
Yang dimaksud dengan kuasa khusus adalah sebagian dari wewenang Menteri yang dilimpahkan kepada Pejabat untuk beberapa soal Perkoperasian.
BAB II.
LANDASAN-LANDASAN KOPERASI.
Pasal 2.
1. Pancasila.
Kelima Sila: Ketuhanan Yang Maha Esa, Perikemanusiaan, Kebangsaan, Kedaulatan Rakyat dan Keadilan Sosial harus dijadikan dasar serta dilaksanakan. dalam kehidupan Koperasi, karena sila-sila tersebut memang menjadi sifat dan tujuan Koperasi dan selamanya merupakan aspirasi anggota-anggota Koperasi.
Dasar idiil ini harus diamalkan oleh Koperasi disebabkan karena Pancasila memang menjadi falsafah Negara dan bangsa Indonesia.
2. Undang-undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (1).
Pasal 33 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 berbunyi:
"Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan". Penjelasannya berbunyi sebagai berikut:
Dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas usaha kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah Koperasi.
3. Setia kawan dan kesadaran berpribadi.
Koperasi adalah unsur pendidikan yang baik untuk memperkuat ekonomi dan moral, karena Koperasi berdasarkan dua landasan mental, yaitu setia kawan dan kesadaran berpribadi yang satu sama lain memperkuat. Setia kawan telah ada dalam masyarakat Indonesia yang asli dan tampak keluar sebagai gotongroyong. Akan tetapi landasan setia kawan saja hanya dapat memelihara persekutuan dalam masyarakat yang statis, dan karenanya, tidak dapat mendorong kemajuan.
Kesadaran berpribadi, keinsyafan akan harga diri sendiri, dan percaya pada diri sendiri, adalah mutlak untuk menaikkan derajat penghidupan dan kemakmuran. Dalam Koperasi harus bergabung kedua-dua landasan mental tadi yakni setia kawan dan kesadaran berpribadi sebagai dua unsur yang dorong-mendorong, hidup-menghidupi dan awas-mengawasi.
BAB III.
PENGERTIAN DAN FUNGSI KOPERASI.
Bagian 1.
Pengertian Koperasi.
Koperasi Indonesia adalah kumpulan dari orang-orang yang sebagai manusia secara bersama-sama bergotong-royong berdasarkan persamaan, bekerja untuk memajukan kepentingan-kepentingan ekonomi mereka dan kepentingan masyarakat.
Dari pengertian umum di atas, maka ciri-ciri seperti di bawah ini seharusnya selalu nampak:
a. bahwa Koperasi Indonesia adalah kumpulan orang-orang dan bukan kumpulan modal. Pengaruh dan penggunaan modal dalam Koperasi Indonesia tidak boleh mengurangi makna dan tidak boleh mengaburkan pengertian Koperasi Indonesia sebagai perkumpulan orang-orang dan bukan sebagai perkumpulan modal. Ini berarti bahwa Koperasi Indonesia harus benar-benar mengabdikan kepada peri-kemanusiaan dan bukan kepada kebendaan;         
b. bahwa Koperasi Indonesia bekerja sama, bergotong-royong berdasarkan persamaan derajat, hak dan kewajiban yang berarti Koperasi adalah dan seharusnya merupakan wadah demokrasi ekonomi dan sosial. Karena dasar demokrasi ini maka harus dijamin benar-benar bahwa Koperasi adalah milik para
anggota sendiri dan pada dasarnya harus diatur serta diurus sesuai dengan keinginan para anggota yang berarti bahwa hak tertinggi dalam Koperasi terletak pada Rapat Anggota;
c. bahwa segala kegiatan Koperasi Indonesia harus didasarkan atas kesadaran para anggota. Dalam Koperasi tidak boleh dilakukan paksaan, ancaman, intimidasi dan campur tangan dari fihak-fihak lain yang tidak ada sangkut-pautnya dengan soal-soal intern Koperasi;
d. bahwa tujuan Koperasi Indonesia harus benar-benar merupakan kepentingan bersama dari para anggotanya dan tujuan itu dicapai berdasarkan karya dan jasa yang disumbangkan para anggota masing-masing. Ikut sertanya anggota sesuai dengan besar-kecilnya karya dan jasanya harus dicerminkan pula dalam hal pembagian pendapatan dalam Koperasi.
Bagian 2.
Fungsi Koperasi.
Pasal 4.
Bahwa Koperasi itu berfungsi sebagai alat perjuangan ekonomi untuk mempertinggi kesejahteraan rakyat dan sebagai alat pendemokrasian ekonomi nasional, dengan jelas dapat dilihat dari azas dan sendisendi dasarnya.
Selanjutnya perlu ditegaskan bahwa disamping Koperasi ada Perusahaan Negara atau Daerah dan Swasta. Ketiga sektor ekonomi tersebut harus bekerja sama secara teratur, karena satu sama lain saling kaitmengait, sehingga perlu adanya synkhronisasi.
Kedudukan ekonomi bangsa Indonesia harus diperkokoh, tata-laksana perekonomian rakyat dipersatukan dan diatur, segala itu untuk menghapuskan sisa-sisa penindasan dalam sektor perekonomian guna mempertinggi kesejahteraan rakyat.
Fungsi-fungsi tersebut hanya akan tercapai bilamana Koperasi sendiri benar-benar melaksanakan pekerjaannya berdasarkan azas dan sendi-sendi dasarnya.
 Kelangsungan dan perkembangan demokrasi ekonomi perlu dibina, guna menjamin tidak adanya penghisapan di antara sesama manusia.
Sisa-sisa penindasan dalam sektor perekonomian rakyat harus dihapuskan. Koperasi Indonesia yang berdasarkan kekeluargaan dan kegotong-royongan harus dapat mempertinggi taraf hidup anggotanya dan rakyat umumnya.
Untuk mencapai tujuan ini kecerdasan rakyat harus ditingkatkan sehingga rakyat mengerti dan sadar akanperlunya berkoperasi.
BAB IV.
AZAS DAN SENDI DASAR KOPERASI.
Bagian 3.
Azas Koperasi.
Pasal 5.
            Dengan berpegang teguh pada azas kekeluargaan dan kegotong-royongan sesuai dengan sehingga kehilangan effisiensinya.
            Koperasi Indonesia hendaknya menyadari bahwa di dalam dirinya terdapat suatu kepribadian Indonesia, sebagai pencerminan dari pada garis pertumbuhan bangsa Indonesia yang ditentukan oleh kehidupan dari bangsa Indonesia dan dipengaruhi oleh keadaan tempat lingkungan Indonesia serta suasanawaktu sepanjang masa, dengan ciri-ciri Ketuhanan Yang Maha Esa, kegotong-royongan dan Kekeluargaan serta Bhineka Tunggal Ika.
            Bagi Koperasi azas gotong-royong berarti bahwa pada Koperasi terdapat keinsyafan dan kesadaran semangat bekerjasama dan tanggung jawab bersama terhadap akibat dari karya tanpa memikirkan kepentingan diri sendiri, melainkan selalu untuk kebahagiaan bersama. Dalam membagi hasil karyanya, masing-masing anggota menerima bagiannya sesuai dengan sumbangan karya/jasanya.
            Azas kekeluargaan mencerminkan adanya kesadaran dari budi hati nurani manusia untuk mengerjakan segala sesuatu dalam Koperasi oleh semua untuk semua, di bawah pimpinan pengurus serta penilikan dari para anggota atas dasar keadilan dan kebenaran serta keberanian berkorban bagi kepentingan bersama.
            Dengan demikian azas gotong-royong dan kekeluargaan dalam Koperasi harus merupakan faham dinamis yang menggambarkan suatu karya amaliyah bersama yang bersifat bantu-membantu, berdasarkan rasa keadilan dan cinta kasih yang di dalam pelaksanaannya, menempuh segala daya serta karyabudi dan hati nurani manusia untuk mempertumbuhkannya, dan dimana perlu memberanikan diri guna mengurangi hak-haknya sendiri, dalam batas-batas rasa keadilan dan cinta kasih tersebut.
                                                              Bagian 4.              
Sendi-sendi dasar Koperasi.
Pasal 6.
            Sendi-sendi dasar Koperasi Indonesia merupakan essensi dari dasar-dasar bekerja Koperasi sebagai organisasi ekonomi yang berwatak sosial.
            Dasar-dasar bekerja tersebut merupakan ciri khas dari Koperasi dan justru oleh karena itu membedakan Koperasi itu dari badan-badan ekonomi lainnya.
(1) Sifat sukarela pada keanggotaan Koperasi mengandung pengertian bahwa setiap orang yang masuk menjadi anggota Koperasi haruslah berdasarkan kesadaran dan keyakinan untuk secara aktif turut di dalam dan dengan Koperasi bertekad untuk memperbaiki kehidupannya dan kehidupan masyarakat;
(2) Rapat Anggota sebagai kekuasaan tertinggi dalam organisasi koperasi yang beranggotakan orangorang tanpa mewakili aliran, golongan dan paham politik perorangan-perorangan dan hak suara yang sama/satu pada Koperasi Primer merupakan azas pokok dari penghidupan Koperasi tersebut;
(3) Dasar ini berwatak non kapitalis, dan oleh karena Koperasi bukan merupakan perkumpulan modal, maka sisa dari hasil usaha bila dibagikan kepada anggota, dilakukan tidak berdasarkan modal yang dimiliki seseorang dalam Koperasi tetapi berdasarkan perimbangan jasa/usaha dan kegiatannya dalam penghidupannya Koperasi itu. Jelaslah kiranya bahwa sisa hasil usaha yang berasal dari bukan anggota tidak dibagi-bagikan kepada anggota (pasal 34 ayat 4);
(4) Modal dalam Koperasi, yang walaupun merupakan unsur yang tidak dapat diabaikan sebagai faktor produksi, dipergunakan untuk kebahagiaan anggota-anggotanya dan bukan untuk sekedar mencari keuntungan uang (profit-motive), dan oleh karenanya tidak menentukan dalam pembagian sisa usaha sebagaimana lazimnya dalam bentuk dividend;
(5) Watak sosial dari Koperasi itu diantaranya terbukti dari dasar ini, sehingga Koperasi walaupun pada pokok usahanya berupa organisasi ekonomi yang dibina oleh dan untuk anggota-anggotanya juga harus turut membangun masyarakat pada umumnya, sehingga pengabdian Koperasi itu semakin nyata adanya;
(6) Koperasi sebagai perkumpulan orang-orang yang bergerak dalam lapangan ekonomi harus terbuka terutama untuk anggota-anggotanya, dan oleh karena itu usaha-usaha Koperasi dibina oleh anggota-anggotanya serta ketatalaksanaannya diawasi pula oleh anggota-anggotanya secara terbuka. Ini tidak berarti bahwa masyarakat tidak dapat menilai hasil-hasil Koperasi;
(7) Sendi ini merupakan faktor pendorong bagi setiap cipta, karya dan karsa Koperasi. Tanpa modal kepercayaan/keyakinan, atas kemampuan dan kekuatan diri sendiri maka tidaklah mungkin timbul suatu kegiatan dalam Koperasi. Setiap kegiatannya mendasarkan kepada prinsipkepribadian Indonesia, ini tidak berarti, bahwa Koperasi meninggalkan sifat dan syarat-syarat ekonominya,
swadaya, swakerta dan swasembada yang artinya:
Swadaya : kekuatan atau usaha sendiri, dari kata swa = milik sendiri.
daya = sesuatu yang harus dikerjakan.
Swakerta : buatan sendiri.
kerta = sesuatu yang telah dikerjakan. kr. (sansekerta) =
bekerja atau membuat.
Swasembada : kemampuan sendiri.
sembada = teman yang seikatan.
BAB V.
PERANAN DAN TUGAS.
Pasal 7.
            Peranan dan tugas Koperasi untuk membina kelangsungan dan perkembangan demokrasi ekonomi adalah bertujuan menciptakan masyarakat adil makmur yang diridhoi oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Untuk itu perlu ditanamkan dan ditingkatkan kesadaran berkoperasi.
Pasal 8.
            Kerjasama dengan Perusahaan-perusahaan Negara dan Swasta termasuk modal asing, jika diperlukan oleh Koperasi dilakukan dengan tidak mengorbankan azas dan sendi dasar Koperasi sendiri, sesuai dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. XXIII/1966, maka bentuk, luas serta cara-cara kerja sama itu harus segera diatur dalam Peraturan Perundang-undangan. 

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 25 TAHUN 1992
TENTANG
PERKOPERASIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:
a.              bahwa Koperasi, baik sebagai gerakan ekonomi rakyat maupun sebagai badan usaha berperan serta untuk mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam tata perekonomian nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi;
b.             bahwa Koperasi perlu lebih membangun dirinya dan dibangun menjadi kuat dan mandiri berdasarkan prinsip Koperasi sehingga mampu berperan sebagai sokoguru perekonomian nasional;
c.              bahwa pembangunan Koperasi merupakan tugas dan tanggung jawab Pemerintah dan seluruh rakyat;
d.             bahwa untuk mewujudkan hal-hal tersebut dan menyelaraskan dengan perkembangan keadaan, perlu mengatur kembali ketentuan tentang perkoperasian dalam suatu Undang-undang sebagai pengganti Undang-undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perkoperasian.

Mengingat:
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal Undang-Undang Dasar 1945.

Dengan Persetujuan:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PERKOPERASIAN


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1.              Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.
2.              Perkoperasian adalah segala sesuatu yang menyangkut kehidupan Koperasi.
3.              Koperasi Primer adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang-seorang.
4.              Koperasi Sekunder adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan Koperasi.
5.              Gerakan Koperasi adalah keseluruhan organisasi Koperasi dan kegiatan perkoperasian yang bersifat terpadu menuju tercapainya cita-cita bersama Koperasi.

BAB II
LANDASAN, ASAS, DAN TUJUAN

Bagian Pertama
Landasan dan Asas

Pasal 2
Koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta berdasar atas asas kekeluargaan.

Bagian Kedua
Tujuan

Pasal 3
Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

BAB III
FUNGSI, PERAN, DAN PRINSIP KOPERASI

Bagian Pertama
Fungsi dan Peran

Pasal 4
Fungsi dan peran Koperasi adalah:
a.              membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya;
b.             berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat;
c.              memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan Koperasi sebagai sokogurunya;
d.             berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.

Bagian Kedua
Prinsip Koperasi

Pasal 5
(1)            Koperasi melaksanakan prinsip Koperasi sebagai berikut:
a.              keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka;
b.             pengelolaan dilakukan secara demokratis;
c.              pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota;
d.             pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal;
e.              kemandirian.
(2)            Dalam mengembangkan Koperasi, maka Koperasi melaksanakan pula prinsip Koperasi sebagai berikut:
a.              pendidikan perkoperasian;
b.             kerja sama antarkoperasi.
  


Prinsip Koperasi Indonesia Menurut UU No.25 tahun 1992 adalah sebagai berikut.
  •          Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka

  •          Pengelolaan dilakukan secara demokrasi

  •          Pembagian SHU dilakukan secara adil sesuai dengan jasa masing-masing

  •          Pemberian batas jas yang terbatas terhadap modal

  •          Kemandirian

  •          Pendidikan perkoperasian

  •          Kerja sama antar koperasi


Prinsip Koperasi Indonesia Menurut UU No.12 tahun 1967 adalah sebagai berikut:
  •          Sifat keanggotaannya sukarela dan terbuka untuk setiap WNI 
  •          Pembagian SHU diatur menurut jasa masing-masing anggota

  •          Adanya pembatasan bunga atas modal

  •          Mengembangkan kesejahteraan anggota khususnya dan masyarakat umumnya

  •          Usaha dan ketatalsanakannya bersifat terbuka

  •          Swadaya, swakarya, dan swasembada sebagai pencerminan prinsip dasar percaya pada diri sendiri.
  •      Rapat anggota merupakan kekuasaan tertinggi sebagai pencerminan demokrasi dalam koperasi
 
Analisis:
Perkembangan koperasi secara nasional di masa dating diperkirakan menunjukan peningkatan yang signifikan namun masih lemah secara kualitas. Untuk itu diperlukan komiten yang kuat untuk membangun koperasi yang mampu menolong dirinya sendiri sesuai dengan jatidiri koperasi. Hanya koperasi yang yang berkembang melalui praktek melaksanakan nilai koperasi yang akan mampu bertahan dan mampu memberikan manfaat bagi anggota nya.
Prospek koperasi pada masa dating dapat dilihat dari banyaknya jumlah koperasi. Jumlah anggota dan jumlah manajer, jumlah modal, volume usaha dan besarnya SHU yang telah dihimpun koperasi, sangat prospektif untuk dikembangkan. Karena pembangunan koperasi adalah proses memerlukan waktu panjang, kosestensi, komitmen,dan kesabaran yang cukup tinggi. Koperasi tidak bisa dibangun dalam waktu singkat dan parsial.

REFERENSI: